Bukittinggi dan Keniscayaan Jam Gadang Jadi Latar Foto
Bukittinggi jadi kota yang disinggahi dalam perjalanan Jelajah Jalur Sumatera 2024 yang dilakukan Tim CNNIndonesia.com. Ini menjadi kedua kalinya saya menginjakkan kaki di Bukittinggi, setelah yang pertama pada 2018.
Suasananya tak berubah, udaranya masih tetap sejuk. Tempat pertama yang ingin saya lihat adalah Jam Gadang. Bukan tanpa alasan, sebab saya pernah membaca berita tentang revitalisasi kawasan Jam Gadang, terutama pedestrian dan tamannya, yang diresmikan pada 2019, yang dinamai Taman Sabai Nan Aluih.
Saat ke Bukittinggi enam tahun lalu, kawasan Jam Gadang tak membuat saya terkesan. Saya penasaran dengan wajah terbaru kawasan Jam Gadang, yang menjadi landmark Bukittinggi sekaligus titik nol daerah ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdapat batu seperti prasasti yang bertuliskan informasi mengenai sejarah dan asal usul Jam Gadang. Sekeliling Jam Gadang juga sudah dipagari, sehingga tidak sembarang orang bisa mendekati jam yang selesai dibangun pada 1926 itu.
Terlepas dari itu, kawasan Jam Gadang selalu riuh. Banyak pedagang membuka lapak hingga lalu lalang, tak sedikit pula orang yang berswafoto dengan latar Jam Gadang, kegiatan yang niscaya dilakukan nyaris semua pengunjung.
Jam Gadang berasal dari bahasa Minangkabau yang berarti jam besar. Lokasinya di pusat Kota Bukittinggi, tepatnya di atas Bukik Kandang Kabau di antara Pasa Ateh (Pasar Atas) dan Komplek Istana Bung Hatta. Bangsa Belanda kala itu menyebutnya dengan istilah Klokketorenyang berarti Menara Jam.
Dalam pembangunannya, jam dan mesinnya didatangkan dari Rotterdam, Belanda. Namun, bangunan menara jamnya dirancang dan dibuat oleh orang Minangkabau yakni Yazid Sutan Maruhun dan Rasid Sutan Gigi Ameh.
Mesin Jam Gadang merupakan buatan Jerman sebagaimana tertempel pada lemari komponen jam sebuah tulisan; Abs. B. Vortmann, Turmuhrenfabrik I. W. Germany. Pada roda gigi jam juga terdapat inskripsi; B. Vortmann, Recklinghousen - 1926.
Jam Gadang sendiri merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (kini Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Terdapat empat jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang. Ketinggian tol Jam Gadang mencapai 26 meter.
![]() |
Keistimewaan Jam Gadang antara lain, dibangun tanpa menggunakan besi penyangga dan adukan semen campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih. Meski begitu, Jam Gadang tetap kokoh sampai sekarang.
Selain itu, penggunaan angka penunjuk jam 4 pada Jam Gadang tertulis IIII, bukan IV. Hal ini ternyata lazim dalam angka romawi kuno dan penggunaan angka pada menara jam bersejarah lainnya di dunia.
Sejarah menarik Jam Gadang salah satunya adalah terjadinya tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Saat masih masa pemerintahan Hindia Belanda, atap Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan.
Lalu, atapnya diubah ketika masa pendudukan Jepang menjadi bentuk pagoda. Setelah era kemerdekaan Indonesia, baru atapnya diubah menjadi bentuk gonjong yakni atap rumah khas Minangkabau, dan bertahan sampai sekarang.
Datang ke Bukitinggi belum lengkap jika tidak mampir ke Jam Gadang dan berfoto di sana. Apalagi di sekitar Jam Gadang juga ada objek wisata lainnya seperti Ngarai Sianok, Rumah Kelahiran Bung Hatta, hingga Lubang Jepang. Jam Gadang juga dikenal jadi tempat janji bertemu, tentu saja karena lokasi yang strategis dan mudah terlihat.
Saat kami hendak melanjutkan perjalanan atau berpisah tujuan untuk sementara karena urusan pekerjaan, titik perjumpaan kami kembali adalah di Jam Gadang.
Tidak jauh dari Jam Gadang juga ada kuliner legendaris Bukittinggi seperti Ayam Pop Benteng Family Indah, Nasi Kapau, dan Itiak Lado Mudo Ngarai. Jadi, Jam Gadang bukan hanya sekadar landmark, tapi juga jantung Bukittinggi, di mana pusat kegiatan sosial dan budaya berlangsung di sini.
Tak heran, ketika pernah menginjakkan kaki di Bukittinggi, kamu akan berharap nasib bisa membawamu kembali ke kota yang pernah dijuluki Parijs van Sumatraini, sembari membuat janji bertemu lagi di Jam Gadang.
Simak video perjalanan CNN Indonesia di Jelajah Jalur Sumatera pada video berikut:
[Gambas:Video CNN]
(责任编辑:探索)
- Rahasia Mengeringkan Rambut dengan Cepat dan Tetap Sehat
- Sedang Dihitung, Heru Budi Pastikan Nilai UMP DKI 2023 di Atas Inflasi
- Novel Minta Firli cs Dibersihkan Dulu dari KPK, Baru...
- Sebuah Pohon Besar Tumbang Timpa Dua Mobil Saat Melintas, Jalur Cengkareng Macet Parah
- Waduh! Kasus TPPO di NTT Sudah Darurat, Dari 1900 Jenazah Sejak 2020
- JPMorgan Naikkan Peringkat Saham Emerging Market, Ini Alasannya!
- The Fed: Investor Waspada, Belum Ada Eksodus Investasi di AS
- Ini Cara Membedakan Gatal Biasa dan Gatal Akibat Diabetes
- Bareskrim Polri Tetapkan Dua Tersangka Kasus TPPO WNI di Myanmar
- Turis Indonesia dan 12 Negara Ini Gratis Naik Pesawat Keliling Jepang
- Diduga Lecehkan Korban Penganiayaan, Kapolsek Pinang Tangerang Dicopot
- Soal Restitusi Korban Pemerkosaan Herry Wirawan, KemenPPPA Dorong JPU Banding Putusan PN Bandung
- Menparekraf: Wisata IKN Bakal Mencontoh Jakarta dan Solo
- Buat PSI Terpicu, Ternyata Ini Penyebar Kaos Kampanye Anies Baswedan!
- 10 Jalanan Terkeren di Dunia, Salah Satunya Ada di Malaysia
- PT Pos Indonesia dan Kemendag Resmikan Digitalisasi Pasar Rakyat di Kabupaten Minahasa
- Gerindra Hormati Keinginan PDI Perjuangan Pilih Oposisi
- 6 Kombinasi Makanan yang Bikin Nutrisi Terserap Sempurna
- Catat, 5 Hal yang Perlu Orang Tua Perhatikan Sebelum Pijat Bayi
- 6 Kombinasi Makanan yang Bikin Nutrisi Terserap Sempurna