Tagar #SaveRajaAmpat Viral Karena Ancaman Tambang, Bahlil: Kami Akan Panggil Pemilik Usaha
Tagar #SaveRajaAmpat menjadi viral di berbagai platform media sosial sebagai bentuk protes publik terhadap ekspansi kegiatan hilirisasi tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Wilayah yang dikenal sebagai surga biodiversitas laut dunia itu kini menghadapi ancaman serius dari aktivitas pertambangan.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa Papua merupakan daerah dengan status otonomi khusus, sehingga kebijakan pertambangan di wilayah tersebut harus memperhatikan kekhususan tersebut.
“Saya akan panggil pemilik usaha, baik BUMN maupun swasta. Kita memang harus menghargai, karena di Papua itu kan ada otonomi khusus, jadi perlakuannya juga khusus,” ujar Bahlil dalam Human Capital Summit di Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Baca Juga: Longsor Tewaskan 19 Orang, Bahlil Ancam Tarik Kewenangan Tambang ke Pusat
Bahlil mengakui adanya aspirasi sebagian masyarakat yang mendukung pembangunan smelter di Papua, termasuk di Raja Ampat. Namun, ia juga menegaskan bahwa kekhawatiran publik terhadap dampak lingkungan akan menjadi perhatian pemerintah.
"Ini mungkin aja, saya melihat, ada kearifan-kearifan lokal yang belum disentuh dengan baik. Kita akan sesuaikan dengan AMDAL,” imbuhnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Pertanahan Provinsi Papua Barat, Daya Julian Kelly Kambu, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat dua perusahaan yang telah menjalankan aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, yaitu PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining. Keduanya telah mengantongi izin sejak wilayah tersebut masih berada dalam administrasi Provinsi Papua Barat.
Ia juga menyebutkan bahwa sejumlah perusahaan lain telah mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) sebelum terbentuknya Provinsi Papua Barat Daya.
Baca Juga: Disebut Tanpa Proses PPKH, LSM Tipikor Maluku Utara Bongkar Dugaan Praktik Pertambangan Ilegal di Halmahera Timur
Namun, aktivitas pertambangan ini menuai penolakan dari masyarakat sipil, aktivis lingkungan, dan komunitas adat. Mereka menilai keberadaan tambang di pulau-pulau kecil sangat berisiko terhadap ekosistem pesisir dan bertentangan dengan semangat pelestarian lingkungan.
Greenpeace Indonesia dalam laporannya menyebutkan bahwa lebih dari 500 hektare hutan telah dibuka di tiga pulau kecil—Gag, Kawe, dan Manuran—yang seharusnya dilindungi berdasarkan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Aktivitas tambang juga menyebabkan limpasan tanah yang berpotensi menimbulkan sedimentasi di laut, mengancam terumbu karang dan keanekaragaman hayati laut. Pulau-pulau lain seperti Batang Pele dan Manyaifun, yang berada sekitar 30 km dari Piaynemo, destinasi wisata utama Raja Ampat, turut terancam dampaknya.
Di tengah meningkatnya kekhawatiran publik, masyarakat menyerukan transparansi, audit lingkungan, dan penguatan perlindungan ekosistem pesisir demi menjag
(责任编辑:知识)
- FOTO: Menyala, Indahnya Bunga Calendula dari Mesir
- Polda Metro Jaya Bersyukur Praperadilan Firli Bahuri Ditolak
- Sebentar Lagi, BTS Pop
- VIDEO: Hari Star Wars di Chile, Cosplay hingga Adu Lightsaber
- FOTO: RS di Barcelona Rekrut Anjing untuk Semangati Pasien
- Sandiaga Sebut Harga Tiket Pesawat Bakal Turun, tapi Kapan Ya?
- 佛罗伦萨美术学院简介
- 香港中文大学设计专业申请条件是什么?
- Oplas Rp63 M Gagal, Ratu Kecantikan Rusia Tak Bisa Menutup Mata
- 美术生可以出国留学吗?条件有哪些
- Presiden Prabowo dan Presiden Macron Rayakan Persahabatan Dua Bangsa Lewat Jamuan Kenegaraan
- 11 Ribu Pasien Thalasemia di RI per Tahun 2023, Tertinggi di Jabar
- Studi Kaitkan Diet Intermittent Fasting dan Risiko Penyakit Jantung
- 英国诺丁汉大学一年留学费用多少?
- Bagaimana Mengatasi Iman yang Sedang Turun?
- Hadis yang Menjelaskan tentang Mertua dan Menantu Perempuan
- 弘益大学服装设计学费需要多少?
- 7 Cara Mencegah Ambeien agar Tak Mudah Kambuh, Jangan Tunda BAB
- Terbentuk di 33 Provinsi, Tim Hukum Nasional AMIN Bertugas Awasi Pilpres 2024
- 常规操作:1天连下9枚纽大offer!集齐游戏/交互/摄影等王牌专业!