BI Jalin Kerja Sama dengan Bank Sentral China, Ini Tiga Keuntungan Menurut Ekonom Trimegah
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dan Perdana Menteri Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Li Qiang, menyaksikan penandatanganan 12 nota kesepahaman (MoU) strategis dalam kunjungan resmi yang berlangsung di Istana Merdeka, Jakarta, pada Minggu, 25 Mei 2025.
Salah satu MoU penting adalah kesepakatan antara Bank Indonesia (BI) dan bank sentral Tiongkok, People's Bank of China (PBoC). Penandatanganan ini, yang dilakukan di sela-sela kunjungan Perdana Menteri Li Qiang, dinilai bukan sekadar simbol diplomatik.
Menurut pengamat ekonomi, kerja sama ini mencerminkan pergeseran arah kebijakan Indonesia dalam lanskap keuangan global yang semakin multipolar.
“Ini adalah momen geostrategis yang menyiratkan posisi baru Indonesia di arsitektur keuangan dunia. Dan bukan sembarang pintu, ini adalah pintu uang. Tempat di mana kekuatan tak lagi ditentukan oleh sekadar militer, produksi manufaktur, dan narasi pemerintah, melainkan lewat hal yang lebih halus dan subtil, yakni aliran modal, likuiditas dan kepercayaan lintas batas,” ungkap Fakhrul Fulvian, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia dalam tulisannya, dikutip Senin (26/5).
Dalam pandangannya, PBoC kini bukan lagi sekadar pengatur inflasi domestik Tiongkok, melainkan telah menjelma menjadi aktor utama dalam pengelolaan likuiditas global, penentu jalur internasionalisasi yuan (RMB), hingga pendukung sistem keuangan alternatif seperti CIPS, tandingan sistem SWIFT.
Fakhrul menjelaskan bahwa kerja sama BI dan PBoC ini membuka tiga manfaat besar bagi pembangunan nasional Indonesia:
Pertama, penyediaan kanal pembiayaan jangka panjang dalam mata uang RMB akan menjadi alternatif strategis untuk mendanai proyek infrastruktur dan pembangunan nasional, mengingat Tiongkok saat ini sedang berenang dalam likuiditas dengan tingkat imbal hasil obligasi dengan tenor 10 tahun mereka menjadi 1,6%.
Baca Juga: BI Jaga Rupiah Tetap Waras di Tengah Gejolak Global
Kedua, kerja sama ini akan mengurangi tekanan terhadap permintaan dolar AS di pasar domestik, sehingga memberikan ruang stabilisasi yang lebih kuat bagi nilai tukar rupiah. Dalam jangka menengah, ini bahkan dapat membuka peluang penguatan rupiah secara struktural.
Ketiga, Indonesia berpeluang mengurangi ketergantungan pada instrumen pembiayaan jangka pendek seperti SRBI dan mulai membangun sistem pendalaman keuangan berbasis multicurrency. Ini selaras dengan visi pemerintah untuk memperkuat ketahanan eksternal dan mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8%.
“Hal ini juga menandai perubahan diplomasi kita bersama Tiongkok, dari diplomasi beton ke diplomasi modal. Kerja sama Indonesia dan Tiongkok selama ini lekat dengan pembangunan fisik; jalan tol, pelabuhan, kereta cepat. Tapi dengan pertemuan ini, arah kerja sama naik kelas, menuju diplomasi modal,” tambahnya.
Baca Juga: Stabilitas Rupiah Terkendali, Bank Indonesia Laporkan Tren Positif di Pasar Surat Berharga
Fakhrul menekankan bahwa langkah ini juga memiliki implikasi geopolitik. Di tengah ketegangan antara blok Barat dan Timur, Indonesia justru memilih menjadi jembatan. Bukan memilih sisi, tetapi membentuk jalur baru yang inklusif dan multipolar.
“Kita bukan musuh dolar, tapi juga bukan budak dolar. Kita membuka diri pada RMB bukan untuk tunduk pada Beijing, tapi untuk membentuk sistem keuangan yang lebih adil, terbuka, dan multipolar,” katanya.
Langkah ini pun dinilai mendukung visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang ingin memperkuat ketahanan eksternal, mengamankan pembiayaan jangka panjang, dan membangun sistem keuangan nasional yang lebih adaptif terhadap perubahan global.
“Jika dikelola dengan tepat, pertemuan ini bisa menjadi langkah awal menuju sistem keuangan nasional yang lebih stabil, lebih berdaulat, dan lebih terhubung ke dunia tanpa kehilangan arah. Karena di tengah ketidakpastian global, kekuatan bukan milik yang paling cepat atau paling besar, tetapi milik mereka yang mampu menjadi jembatan ketika dunia terbelah,” tutup Fakhrul.
(责任编辑:知识)
- Kesan Ridwan Kamil Usai Tes Kesehatan Pilkada, Baru Kali Ini Sarafnya Disetrum
- Waspada! Kasus DBD di Jakbar Naik Sejak Januari, Kelembapan Suhu Jadi Penyebab
- Kadin Dorong Percepatan Program Gizi Nasional: Sinergi Lintas Sektoral Jadi Kunci
- Pencurian Besi JPO Daan Mogot Bikin Warga Resah, Nyebrang Jalan Mirip 'Ninja Warrior'
- PPATK : Hingga 2023 Perputaran Uang Dalam Judi Online Mencapai Rp 327 Triliun
- Pemprov DKI Mau Bangun Dermaga Baru di PIK, DPRD Minta Masyarakat Kepualauan Seribu Dilibatkan
- Minum Susu Saat Buka Puasa, Boleh atau Tidak?
- Jadwal Misa Rabu Abu 2025 di Gereja Katedral Jakarta
- Komoditas Layak Pantau di 2024: Emas, Minyak, dan Komoditas Eksotis
- Kadin Dorong Percepatan Program Gizi Nasional: Sinergi Lintas Sektoral Jadi Kunci
- Direksi Titipan Biang Kerok? Pramono Anung akan Bongkar Habis Manajemen Bobrok Bank DKI
- 4 Oknum Polisi Disidang Etik, AKP hingga Brigadir Didemosi Terkait Dugaan Pemerasan Penonton DWP
- 8 Tips Menata Kamar ala Fengshui, Makin Intim dan 'Panas' di Ranjang
- Warganet Ngeluh Tarif Parkir Rp60 Ribu di Tanah Abang, Kadishub DKI Minta Gunakan Parkiran Resmi
- Miss Universe Indonesia 2024 Umumkan Nama Finalis ke Babak 16 Besar
- Dari Dedi Mulyadi Hingga Purnawirawan TNI, Ini Pernyataan Kontroversial Hercules
- Pemprov DKI Mau Bangun Dermaga Baru di PIK, DPRD Minta Masyarakat Kepualauan Seribu Dilibatkan
- Pemprov DKI Mau Bangun Dermaga Baru di PIK, DPRD Minta Masyarakat Kepualauan Seribu Dilibatkan
- Lirik Ekosistem Stablecoin, Korea Selatan Pertimbangkan Hubungkan Token Deposito ke Blockchain
- Waspada! Kasus DBD di Jakbar Naik Sejak Januari, Kelembapan Suhu Jadi Penyebab