时间:2025-05-21 04:12:37 来源:网络整理 编辑:娱乐
Warta Ekonomi, Jakarta - Akademisi dan pengamat menilai kawasan Asia Tenggara saat ini berada dalam 安卓版quickq下载安装
Akademisi dan pengamat menilai kawasan Asia Tenggara saat ini berada dalam keadaan genting. Berbeda dengan masa lampau, kawasan Asia Tenggara, tepatnya wilayah Laut China Selatan (LCS), kini menjadi tempat kekuatan-kekuatan besar dunia saling berhadapan sehingga meningkatkan ketegangan kawasan.
Bagi Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) Johanes Herlijanto, agresivitas China dalam sekitar 15 tahun terakhir ini menjadi salah satu faktor yang berkontribusi bagi terciptanya ketegangan tersebut.
“Pada masa lalu, sejak zaman Deng Xiaoping hingga Pemerintahan Hu Jintao, meski sudah memupuk kekuatan, China mempertahankan sikap low profiledan berupaya menyembunyikan kekuatannya," kata Johanes saat menghadiri seminar “China dan Keamanan Maritim Regional: Pandangan dari Asia Tenggara” di Jakarta, Senin (19/5).
"Meski terjadi ketegangan antara China dengan negara-negara Asia Tenggara, seperti konflik dengan Vietnam tahun 1974 dan 1988, serta ketegangan dengan Filipina di tahun 1995, namun ketegangan saat itu tidak meningkat seperti saat ini,” sambungnya.
Baca Juga: Telepon Jerman, Beijing Desak Uni Eropa Hentikan 'De-Risking' Terhadap China
Namun, menurut pemerhati China yang juga Dosen Magister Ilmu Komunikasi UPH Universitas Pelita Harapan (UPH) itu, sejak 2012, China terlihat semakin memperlihatkan kekuatannya, dan bahkan aktif melakukan apa yang oleh para ahli disebut sebagai aktivitas zona abu-abu (greyzone), yaitu memobilisasi unsur-unsur maritim sipil didukung oleh unsur Penjaga Pantai China dan Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat, untuk beraktivitas di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara-negara Asia Tenggara.
Johanes menambahkan bahwa beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Malaysia, pernah mengalami hal serupa, yakni menjadi sasaran dari aktivitas pelanggaran hak berdaulat oleh China, yang dilakukan dengan berdasar pada 10 garis putus-putus yang hanya dilandasi oleh apa yang China sebut sebagai “hak sejarah”, namun sebenarnya tidak sah berdasarkan hukum laut internasional, yaitu UNCLOS (United Nation Convention on the Law of the Sea).
Merespons hal di atas, Johanes beranggapan bahwa negara-negara Asia Tenggara, khususnya yang tergabung dalam Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) perlu meningkatkan persatuan dan kemampuan dalam menghadapi sikap agresif China tersebut.
Peningkatan persatuan itu penting karena menurut Ristian Atriandi Supriyanto, Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, negara-negara ASEAN justru sedang terbelah dalam menghadapi perilaku agresif China.
Baca Juga: Impor Timah China dari RI Meledak, Ternyata Gegara Ini!
“Sebagian dari negara-negara ASEAN mengambil pendekatan lunak karena merasa lemah menghadapi China, atau merasa China terlalu penting, terutama secara ekonomi,” tuturnya.
Akademisi yang baru saja menyelesaikan disertasi doktor di Australian National University itu khawatir bila terdapat anggapan di kalangan elite pemerintah negara-negara ASEAN bahwa perundingan dan pengakuan terhadap klaim China merupakan pengorbanan yang cukup kecil karena kerja sama dengan China dianggap memberi lebih banyak keuntungan.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengkajian Maritim (Kapusjianmar) Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Seskoal), Laksamana Pertama (Laksma) TNI Salim, S.E., M.Phil., M.Tr Opsla, juga sepakat dengan pandangan bahwa Asia Tenggara saat ini sedang menghadapi tantangan yang muncul dari adanya rivalitas dua kekuatan besar dunia.
Oleh karenanya, menurut Perwira Tinggi TNI AL itu, negara-negara kawasan Asia Tenggara harus berupaya menghadirkan stabilitas dan kedamaian kawasan, antara lain dengan menggalakkan dialog dan diplomasi maritim untuk menemukan solusi bagi sengketa-sengketa maritim regional.
Halaman BerikutnyaHalaman:
Tak Profesional Tangani Kasus Brigadir J, Kapolri Copot dan Mutasi 24 Personel ke Yanma2025-05-21 04:10
Prabowo Apresiasi Langkah Tegas RI–Thailand Tangani Perdagangan Orang2025-05-21 03:27
Sambil CFD, Wali Kota Tangerang Bagikan 1.000 Porsi Laksa2025-05-21 03:24
Ikuti Proses Hukum, Anies Baswedan Belum Beri Keputusan Soal ACT: Bisa2025-05-21 03:09
Wapres Ma'ruf: Rekonstruksi Kasus Brigadir J Sesuai Keinginan Presiden, Jangan Ada Ditutup2025-05-21 02:59
IHSG Hari Ini Berakhir Nanjak 0,49% ke Level 7.141, Saham BBCA, BMRI dan ADRO Paling Laris2025-05-21 02:46
Baznas Tingkatkan Ekosistem Ekonomi Kurban lewat Program Kurban Berkah2025-05-21 02:34
Satu Jamaah Tertinggal Rombongan, Ini yang dilakukan Bupati Dhito2025-05-21 02:15
Asta Cita Jadi Kompas Baru Kebangkitan Nasional, Meutya Hafid Soroti Transformasi di Era Prabowo2025-05-21 01:55
BI Wajib Lindungi Masyarakat, PPATK Gak Bisa Sembarangan Blokir Rekening Nasabah!2025-05-21 01:26
AXA Mandiri Andalkan Produk Baru di Tengah Ketidakpastian Ekonomi2025-05-21 04:01
Sambil CFD, Wali Kota Tangerang Bagikan 1.000 Porsi Laksa2025-05-21 03:54
Satu Jamaah Tertinggal Rombongan, Ini yang dilakukan Bupati Dhito2025-05-21 03:32
Momen Kebangkitan Nasional, Pemkot Tangerang Bagikan Bantuan Rp 603 Juta Lebih ke UMKM2025-05-21 03:29
DPRD DKI Gelar Rapat Paripurna Pemberhentian Anies Baswedan Dan Wagub Riza2025-05-21 03:05
Panglima TNI Tegaskan Tak Ada Anggotanya yang Terlibat dalam Tewasnya Wartawan Tribrata TV2025-05-21 02:50
Akamai Firewall for AI, Perlindungan Canggih untuk Amankan Aplikasi2025-05-21 02:49
Ada 29 Perusahaan Antre IPO, 9 Diantaranya Merupakan Perusahaan Besar!2025-05-21 02:34
Update COVID2025-05-21 02:27
Peredarannya Memicu Kekhawatiran BPOM, Apa Itu Ketamin?2025-05-21 02:13