时间:2025-05-21 06:30:16 来源:网络整理 编辑:娱乐
Warta Ekonomi, Jakarta - Akademisi dan pengamat menilai kawasan Asia Tenggara saat ini berada dalam quickq io官网
Akademisi dan pengamat menilai kawasan Asia Tenggara saat ini berada dalam keadaan genting. Berbeda dengan masa lampau, kawasan Asia Tenggara, tepatnya wilayah Laut China Selatan (LCS), kini menjadi tempat kekuatan-kekuatan besar dunia saling berhadapan sehingga meningkatkan ketegangan kawasan.
Bagi Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) Johanes Herlijanto, agresivitas China dalam sekitar 15 tahun terakhir ini menjadi salah satu faktor yang berkontribusi bagi terciptanya ketegangan tersebut.
“Pada masa lalu, sejak zaman Deng Xiaoping hingga Pemerintahan Hu Jintao, meski sudah memupuk kekuatan, China mempertahankan sikap low profiledan berupaya menyembunyikan kekuatannya," kata Johanes saat menghadiri seminar “China dan Keamanan Maritim Regional: Pandangan dari Asia Tenggara” di Jakarta, Senin (19/5).
"Meski terjadi ketegangan antara China dengan negara-negara Asia Tenggara, seperti konflik dengan Vietnam tahun 1974 dan 1988, serta ketegangan dengan Filipina di tahun 1995, namun ketegangan saat itu tidak meningkat seperti saat ini,” sambungnya.
Baca Juga: Telepon Jerman, Beijing Desak Uni Eropa Hentikan 'De-Risking' Terhadap China
Namun, menurut pemerhati China yang juga Dosen Magister Ilmu Komunikasi UPH Universitas Pelita Harapan (UPH) itu, sejak 2012, China terlihat semakin memperlihatkan kekuatannya, dan bahkan aktif melakukan apa yang oleh para ahli disebut sebagai aktivitas zona abu-abu (greyzone), yaitu memobilisasi unsur-unsur maritim sipil didukung oleh unsur Penjaga Pantai China dan Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat, untuk beraktivitas di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara-negara Asia Tenggara.
Johanes menambahkan bahwa beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Malaysia, pernah mengalami hal serupa, yakni menjadi sasaran dari aktivitas pelanggaran hak berdaulat oleh China, yang dilakukan dengan berdasar pada 10 garis putus-putus yang hanya dilandasi oleh apa yang China sebut sebagai “hak sejarah”, namun sebenarnya tidak sah berdasarkan hukum laut internasional, yaitu UNCLOS (United Nation Convention on the Law of the Sea).
Merespons hal di atas, Johanes beranggapan bahwa negara-negara Asia Tenggara, khususnya yang tergabung dalam Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) perlu meningkatkan persatuan dan kemampuan dalam menghadapi sikap agresif China tersebut.
Peningkatan persatuan itu penting karena menurut Ristian Atriandi Supriyanto, Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, negara-negara ASEAN justru sedang terbelah dalam menghadapi perilaku agresif China.
Baca Juga: Impor Timah China dari RI Meledak, Ternyata Gegara Ini!
“Sebagian dari negara-negara ASEAN mengambil pendekatan lunak karena merasa lemah menghadapi China, atau merasa China terlalu penting, terutama secara ekonomi,” tuturnya.
Akademisi yang baru saja menyelesaikan disertasi doktor di Australian National University itu khawatir bila terdapat anggapan di kalangan elite pemerintah negara-negara ASEAN bahwa perundingan dan pengakuan terhadap klaim China merupakan pengorbanan yang cukup kecil karena kerja sama dengan China dianggap memberi lebih banyak keuntungan.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengkajian Maritim (Kapusjianmar) Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Seskoal), Laksamana Pertama (Laksma) TNI Salim, S.E., M.Phil., M.Tr Opsla, juga sepakat dengan pandangan bahwa Asia Tenggara saat ini sedang menghadapi tantangan yang muncul dari adanya rivalitas dua kekuatan besar dunia.
Oleh karenanya, menurut Perwira Tinggi TNI AL itu, negara-negara kawasan Asia Tenggara harus berupaya menghadirkan stabilitas dan kedamaian kawasan, antara lain dengan menggalakkan dialog dan diplomasi maritim untuk menemukan solusi bagi sengketa-sengketa maritim regional.
Halaman BerikutnyaHalaman:
Terpopuler: Pemprov DKI Banding Putusan PTUN soal UMP 2022, Anak Aniaya Ibu hingga Gigi Copot2025-05-21 06:07
Ukraina Ingin Batas Harga Minyak Rusia Diturunkan ke US$302025-05-21 05:48
Roy Suryo Ajukan Jadi Tahanan Kota, Polda Metro Jaya: Penyidik yang Memutuskan2025-05-21 05:00
Ditanya soal Masih Punya Utang, Edhy Prabowo: Emang Salah?2025-05-21 04:58
Viral Sopir Taksi Diduga Kena 'Angin Duduk', Kenali Gejalanya2025-05-21 04:53
4 Tahun Berturut2025-05-21 04:45
Hadir di Acara Pemakaman Ibunda Fadli Zon, ini Kenangan Wagub DKI2025-05-21 04:31
Awas! Candu Judol Sama Bahayanya dengan Candu Narkoba2025-05-21 04:23
Meninggal Kecelakaan, Ayah Wagub Jatim Emil Dardak Rencananya Dimakamkan di TMP Kalibata2025-05-21 03:54
Pemprov DKI Banding Putusan PTUN soal UMP 2022, Wagub Riza: Untuk Kepentingan Semua2025-05-21 03:52
Korupsi Bansos Covid2025-05-21 06:28
Roy Suryo Ajukan Jadi Tahanan Kota, Polda Metro Jaya: Penyidik yang Memutuskan2025-05-21 06:04
Kasus Investasi Bodong Binomo, Indra Kenz Segera Disidang di PN Tangerang2025-05-21 05:52
Cek Indikasi Obstruction of Justice di TKP Tewasnya Brigadir J, Komnas HAM: Semakin Menguat2025-05-21 05:36
Kala Polisi Bergeming Ditanya Orator Demo HMI di DPR: Setuju Gak BBM Naik?2025-05-21 05:22
Anies Baswedan Jago Banget Ngeles, Kalau di Pengadilan Mana Bisa Berkelit Dia2025-05-21 05:00
Rumah Dinas Lurah di Jakpus Tak Ditempati dan Jadi Gudang, Ini Reaksi Wagub DKI2025-05-21 04:52
Uni Eropa Beri Lampu Hijau Soal Pencabutan Sanksi Ekonomi Suriah2025-05-21 04:50
Mengenal Lebih Jauh Tentang Klasifikasi Hotel Berbintang2025-05-21 04:20
Juliari Tetap Gak Mau Ngaku Motek Rp10 Ribu Bansos untuk 'Wong Cilik'2025-05-21 03:44