Seruan pemilihan umum (pemilu) mendadak dari Presiden Prancis, Emmanuel Macron sebagai respons keunggulan Rassemblement National (RN) unggul pada pemilihan Uni Eropa pada 9 Juni lalu diprediksi berdampak besar terhadap perekonomian Eropa.
Pada pemilu itu, aliansi partai Nouveau Front Populaire (NFP) menduduki urutan kedua, dan koalisi liberal Emmanuel Macron, Ensemble, menempati urutan terakhir. Namun, keputusan Macron membuat para investor dan trader takut akan pengambilalihan kekuasaan yang dapat membuat masa depan politik Eropa makin tak pasti.
Dikhawatirkan, para politisi nasionalis dan populis mengadakan kampanye yang merusak posisi fiskal di Uni Eropa, serta mengganggu hubungan dengan Amerika Serikat (AS). Kekuatiran itu juga terkait euro yang melemah dan obligasi Prancis banyak dijual.
Menyusul putara kedua pada 7 Juli lalu, Prancis disebut tetap akan menghadapi masa politik yang tidak stabil dan pengeluaran pemerintah yang tidak berkelanjutan. Hal ini menjadikan Prancis berpeluang mengalami kebuntuan politik. Di sisi lain, kemenangan RN dan NFP berisiko akan pengeluaran pemerintah yang tak bertanggung jawab.
"Tampaknya tidak ada skenario yang baik pada titik ini. Kedua skenario kemungkinan besar akan menyebabkan peningkatan tajam dalam hasil obligasi pemerintah Prancis," kata analis Octa, Kar Yong Ang, analis Octa.
Secara langsung, kondisi itu akan berdampak pada stabilitas euro dan akibatnya dirasakan pula oleh negara Zona Euro lain yang punya utang, seperti Italia.
Sebenarnya, ini bukan kali pertama bagi Zona Euro. Pada 2009-2010, krisis utang berhasil dihindari usai Bank Sentral Eropa (ECB) menurunkan suku bunga, serta memberikan pinjaman senilai lebih dari Rp1 triliun euro untuk mempertahankan aliran uang antar bank di Eropa.
Yang membedakan kali ini, Prancis dan Italia memiliki perekonomian lebih kuat. Sehingga, menghindari krisis akan lebih sulit.
Meskipun ECB diprediki memangkas suku bunga tahun ini, skala tindakan itu pun tidak signifikan. Saat ini, data pasar swap suku bunga mengindikasikan pemotongan suku bunga sekitar 40 basis poin (bps) oleh ECB pada akhir 2024.
Di lapangan, sejumlah pejabat ECB baru-baru ini menyarankan pelonggaran kebijakan yang lebih hati-hati. Salah satunya, Gubernur Bank Sentral Irlandia, Gabriel Makhlouf memilih satu kali pemotongan suku bunga tambahan tahun ini. Menurutnya, butuh bukti lebih lanjut bahwa inflasi dapat mencapai target ECB sebesar 2%.
Sementara, Pierre Wunsch memperingatkan bahwa tindakan selanjutnya harus berdasarkan data. Lalu, Presiden ECB Christine Lagarde mengatakan tidak ada urgensi menurunkan suku bunga karena perkembangan ekonomi belum menguntungkan.
Octa mengingatkan trader tetap waspada jelang pengumuman hasil hitung cepat pertama pemilu putaran dua, 8 Juli mendatang. Kemenangan RN kemungkinan besar memicu pergerakan risk-off besar-besaran di pasar forex.
Para investor akan menjual obligasi Prancis dan euro. Tergantung pada kemenangan RN, EURUSD berpotensi turun di antara 1,07900 dan 1,06500. Dalam kondisi sebaliknya, pemilu Prancis bisa jadi lebih tenang. Euro kemungkinan akan menguat jika RN gagal, di atas 1.0900 asalkan laporan Nonfarm Payroll AS sesuai ekspektasi.
Pasar negara berkembang juga bisa terpengaruh kondisi di Eropa, di mana ringgit Malaysia dan rupee India menderita penurunan. Tapi, emas akan naik di tengah peningkatan greenback.
Jika RN tidak menang, volatilitas pasar mungkin mereda tetapi tanpa masa depan yang lebih baik.
"Gerakan risk-off di pasar finansial menyiratkan perlindungan aset, yang berarti investor dan trader akan membeli dolar AS, menjadikannya lebih berharga bagi para pemegang mata uang ini di negara lain," kata Yong Ang.
(adv/adv)